Senin, 21 Maret 2011

PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI (PPH PASAL 24)

PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI (PPH PASAL 24)

Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam dalam Tahun Pajak digabungkan penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. Pengkreditan pajak yang dimaksudkan dalam pasal 24 ini untuk menghindarkan pajak berganda, tetapi jumlah yang dikreditkan tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang pajak penghasilan. Pada prinsipnya bagi wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri. Ketentuan pasal 24 ini mengatur tentang perhitungan Besarnya pajak atas Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri.

Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan :
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Fotokopi surat pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pembeitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Namun, atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di luar kemampuan wajib pajak (force majeur).




Perlakuan Perpajakan Dan Penentuan Sumber Penghasilan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, sebagai contoh :
PT. A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100.000,00 Pajak Penghasilan yang berlaku di Negara X adalah 48% dan Pajak Deviden adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut :
Keuntungan Z Inc. US$100.000,00
Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Z Inc.(48%) US$ 48.000,00 (-)
US$ 52.000,00
Pajak atas dividen (38%) US$ 19.760,00 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32.240,00
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$19.760,00. Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Z Inc. sebesar US48.000,00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT.A, karena pajak sebesar US$48.000,00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z. Inc di Negara X.
Agar dapat memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan. Cara penghitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.





Penggabungan Penghasilan yang berasal dari Luar Negeri
1. Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan.
2. Penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut.
3. Penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
4. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.

Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).

Untuk melaksanakan pengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan:
1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.

Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
1. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
3. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri Wajib Pajak Badan
PT. Abadi di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut :
Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan Luar Negeri (dengan tarif pajak 20%) Rp. 1.000.000.000,00
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah :\
1. Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000,00 (+)
Jumlah penghasilan netto Rp. 2.000.000.000,00

2. Apabila jumlah penghasilan netto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang besar :
28% x Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 560.000.000,00

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
Rp 1.000.000.000,00 x Rp 560.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Rp 2.000.000.000,00

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 280.000.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp. 200.000.000,00 (20% x Rp. 1.000.000.000,00), maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp. 200.000.000,00.

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri Wajib Pajak Orang Pribadi
Seperti contoh diatas, apabila penghasilan tersebut diperoleh oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak harus dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Oleh karena itu, penghitungan PPH Pasal 24 menjadi sebagai berikut :
1. Penghasilan neto Rp. 2.000.000.000,00
PTKP (TK/0) (Rp. 15.840.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.984.160.000,00

2. Pajak Penghasilan terutang sesuai tarif pasal 17
5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 200.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00
25% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 62.500.000,00
30% x Rp.1.484.160.000,00 = Rp. 445.248.000,00
Total Rp. 540.248.000,00

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :

Rp.1.000.000.000,00 X Rp. 540.248.000,00 = Rp. 272.280.461,00
Rp.1.984.160.000,00

Pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri Rp. 200.000.000,00 ternyata masih lebih kecil disbanding batas maksimumnya (Rp. 272.280.461,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (pasal 24) yang diperkenakan adalah Rp. 200.000.000,00



Kerugian Di Dalam Negeri
PT. Tugu Indah di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut :
Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
Rugi usaha di luar negeri ( Rp. 200.000.000,00)
Pajak atas penghasilan di luar negeri misalnya 40% Rp. 400.000.000,00

Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
Rugi Usaha di dalam negeri ( Rp. 200.000.000,00 )
Jumlah penghasilan Neto Rp. 800.000.000,00

2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif pasal 17, pajak penghasilan yang terutang :
28% x Rp.800.000.000,00 = Rp. 224.000.000,00

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :
Rp.1.000.000.000,00 x Rp.224.000.000,00 = Rp. 280.000.000,00
Rp. 800.000.000,00

Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri (Rp. 400.000.000,00) dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan Rp. 280.000.000,00 masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang (Rp. 224.000.000,00) maka pajak yang dibayar di luar negeri diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang yaitu Rp. 224.000.000,00



PENGHASILAN LUAR NEGERI BERASAL DARI BEBERAPA NEGARA
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing Negara dengan menerapkan cara penghitungan seperti contoh berikut :
Contoh :
PT. Elok di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :
Penghasilan dari dalam negeri Rp.2.000.000.000,00
Penghasilan dari Singapura (dengan tarif pajak 40%) Rp.1.000.000.000,00
Penghasilan dari Malaysia (dengan tarif pajak 30%) Rp.2.000.000.000,00 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp.5.000.000.000,00
Apabila penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka besarnya Pajak Penghasilan yang terutang menurut tarif pasal 17 sebesar :
28% x Rp. 5.000.000.000,00 = Rp. 1.400.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk setiap Negara adalah :
a. Untuk Singapura
Rp.1.000.000.000,00 x Rp. 1.400.000.000,00 = Rp.280.000.000,00
Rp.5.000.000.000,00
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp. 400.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp. 280.000.000,00

b. Untuk Malaysia
Rp.2.000.000.000,00 x Rp. 1.400.000.000 = Rp. 560.000.000,00
Rp.5.000.000.000,00

Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp.600.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan Rp.560.000.000,00
Jumlah Kredit pajak luar negeri :
Rp. 280.000.000,00 + Rp. 560.000.000,00 = Rp. 840.000.000,00
Kerugian Di Luar Negeri
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yyang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan / dikompensasikan dengan penghsailan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.

Contoh :
PT. Batavia di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut :
1. Di Singapura, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp.400.000.000,00).
2. Di Malaysia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp. 750.000.000,00).
3. Di Filipina, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000,00
4. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000,00

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :

1. Penghasilan luar negeri :
a. Laba di Singapura Rp.1.000.000.000,00
b. Laba di Malaysia Rp.3.000.000.000,00
c. Rugi di Filipina Rp. - (+)
Jumlah Penghasilan Luar Negeri Rp.4.000.000.000,00

2. Penghasilan Dalam Negeri Rp.4.000.000.000,00
3. Jumlah Penghasilan Neto Rp.8.000.000.000,00
4. PPH Terutang (menurut tarif pasal 17)
28% x Rp. 8.000.000.000,00 = Rp.2.240.000.000,00

5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing Negara adalah:
a. Untuk Singapura
Rp.1.000.000.000,00 x Rp. 2.240.000.000,00 = Rp. 280.000.000,00
Rp.8.000.000.000,00

Pajak yang terutang di Singapura Rp.400.000.000,00 namun maksimum pajak yang dapat dikreditkan hanya sebesar Rp. 280.000.000,00

b. Untuk Malaysia
Rp.3.000.000.000,00 x Rp. 2.240.000.000,00 = Rp. 840.000.000,00
Rp.8.000.000.000,00

Pajak yang terutang di Malaysia sebesar Rp.750.000.000,00 ternyata masih lebih kecil dibanding batas maksimumnya (Rp.840.000.000,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp. 750.000.000,00

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan sebesar :
Rp.280.000.000,00 + Rp.750.000.000,00 = Rp.1.030.000.000,00

Dalam contoh penghitungan di atas tampak dengan jelas bahwa kerugian yang diderita di luar negeri yaitu Filipina sebesar Rp.2.500.000.000,00 tidak boleh digabungkan / dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima / diperoleh dari Indonesia.

Penghasilan Wajib Pajak Dikenakan Pajak Bersifat Final
Mengacu pada pasal 4 ayat 2 yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur Objek Pajak yang pengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan Peraturan Pemerintah). Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak digabungkan dengan penghasilan teratur lainnya.
Contoh :
PT. Jayakarta memperoleh penghasilan tahun 2009 yang terdiri atas :
1. Penghasilan dari Cina Rp.2.000.000.000,00 dengan tarif pajak 30%
2. Penghasilan dalam negeri Rp.3.500.000.000,00 , dalam penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar Rp.500.000.000,00
Penghitungan kredit pajak luar negeri :
1. Penghasilan dari luar negeri
Penghasilan dari Cina Rp.2.000.000.000,00
2. Penghasilan dari dalam negeri Rp. 3.500.000.000,00
Koreksi (Pasal 4 ayat 2) Rp. 500.000.000,00
Rp.3.000.000.000,00
3. Total penghasilan neto Rp.5.000.000.000,00
4. PPh terutang :
28% x Rp. 5.000.000.000,00 = Rp.1.400.000.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar :
Rp.2.000.000.000,00 x Rp.1.400.000.000,00 = Rp. 560.000.000,00
Rp.5.000.000.000,00

Pajak yang terutang di Cina sebesar 30% x Rp.2.000.000.000,00 = Rp. 600.000.000,00 namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp.560.000.000,00 sehingga jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan hanya sebesar Rp560.000.000,00

Pengurangan / Pengembalian Kredit Pajak Luar Negeri
Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 24 ayat 5 Undang-Undang pajak penghasilan, apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang di bayar di luar negeri sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
Contoh:
Dalam tahun 2009, Wajib Pajak mendapatkan pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun 2008 sebesar Rp.33.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk tahun 2008, maka jumlah sebesar Rp.33.000.000,00 tersebut ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang dalam Tahun Pajak 2009.

Perubahan Besarnya Penghasilan Luar Negeri
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi koreksi fiscal di luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan yang terutang dii luar negeri lebih besar daripada yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan Pajak penghasilan dii Indonesia juga kurang dibayar.
Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh wajib pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP.
Contoh :
1. Penghasilan di Luar Negeri (SPT) Rp.1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp.2.000.000.000,00
3. Penghasilan di luar negeri setelah dikpreksi di luar negeri Rp.2.000.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40%
5. PPh pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00


6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri sebagai berikut :

SPT PPh Badan
1. Penghasilan luar Negeri Rp.1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp.2.000.000.000,00
3. Penghasilan Kena Pajak Rp.3.000.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17) Rp. 840.000.000,00
5. Kredit pajak luar negeri :
Rp.1.000.000.000,00 x Rp. 840.000.000,00 Rp. 280.000.000,00
Rp.3.000.000.000,00
6. Harus dibayar di Indonesia Rp. 560.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp. 500.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp. 60.000.000,00
Pembetulan SPT
1. Penghasilan luar negeri Rp.2.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp.2.000.000.000,00
3. Penghasilan kena pajak Rp.4.000.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17) Rp.1.120.000.000,00
5. Kredit pajak luar negeri :
Rp.2.000.000.000,00 x Rp. 1.120.000.000,00 Rp. 560.000.000,00
Rp.4.000.000.000,00
6. Harus dibayar di Indonesia Rp. 560.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp. 500.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp. 60.000.000,00
9. Masih harus dibayar Rp. NIHIL

Apabila koreksi fiskal di luar negeri menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar, maka hal ini akan mengakibatkan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Tas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

2 komentar:

  1. Terima kasih telah berbagi ilmunya

    BalasHapus
  2. Jadi apakah tarif PPh 24 utk WP badan itu 28% sesuai tarif psl 17 atau 25% ?

    BalasHapus